MAKALAH
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
TEORI-TEORI BELAJAR
" TOKOH-TOKOH ILMU PENGETAHUAN "
OLEH:
NAMA : MINARTI
NIM : 20600112099
KELAS : FISIKA 6
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahi
rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah
masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah “Tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan Teorinya“ yang disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Teknologi Pembelajaran Fisika.
Salam
sejahtera tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan
Lil’alamiin.Semoga kelak kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan
syafa”at dari beliau.Aamiin yaa Rabbal’alamiin.Sebagai hamba Allah Swt kami
yakin bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan krirtik dan saran yang membangun demi
memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan yang mendatang. Terima kasih.
Alauddin,
22
September 2013
Penyusun,
Minarti
DAFTAR ISI
HALAMAN
DEPAN
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah iii
B. Rumusan
Masalah iii
BAB
II PEMBAHASAN
A. Tokoh-Tokoh
Ilmu Pengetahuan dan Teorinya
1. Teori
Behaviorisme 1
1) Kelemahan
dan Kelebihan Teori Behaviorisme 4
2)
Aplikasi Dasar teori behaviorisme 4
2.
Teori
Kognitif 4
3. Teori
Belajar Humanisme 9
1) Implikasi
Teori Belajar Humanisme 14
2)
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap
Pembelajaran Siswa 16
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
18
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia
memperoleh sebagian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah
suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat
diamati, diubah dan dikontrol. Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui
belajar yaitu pertama: ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi
kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Pendidik dituntut untuk menyediakan
kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu
yang harus dipelajari oleh subyek didik.
Oleh
karena itu seseorang harus menguasai prinsip – prinsip dasar belajar agar mampu
memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam psikologis
dan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Tujuan saya menulis
makalah ini adalah untuk mengetahui tokoh-tokoh ilmu pengetahuan,
pengaplikasiannya dalam kehidupan, dan kelebihan dan kekurangan dari setiap
teori-terorinya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan teori behaviorisme ?
a. Bagaimana
Kelemahan dan Kelebihan Teori Behaviorisme ?
b. Bagaimana
aplikasi dasar teori behaviorisme
2. Apa
yang dimaksud dengan teori kognitif ?
3. Apa
yang dimaksud teori humanisme ?
a. Bagaimana
Implikasi Teori Belajar Humanisme ?
b. Bagaimana
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tokoh-Tokoh
Ilmu Pengetahuan dan Teorinya
1. Teori
Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Verliner tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah perkembangan teori pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dariadanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini
yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau
output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor
lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Adapun tokoh-tokoh teori behaviorisme belajar antara lain
sebagai berikut:
a. Thorndike
belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja
yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut
Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berwujud konkret yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkret yaitu yang tidak
dapat diamati.
b. Watson
Belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namunstimulus dan respon
yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati(observabel) dan
dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut
sebagai faktor yang tak perlu .
c. Edwin
Guthrie
Menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan
belajar perserta didik perlu sesering mungkindiberikan stimulus agar hubungan
antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai
macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
d. Skinner
Hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya,
yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviorisme.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsephubungan
stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yangdikemukakan oleh Skinner. Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi
yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law
of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law
of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operantadalah sejumlah perilaku yang
membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan
oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus.
3. meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan
sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
e. Clark
Hull
Dalam
teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan /belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya.
1.
Kelemahan Dan Kelebihan Teori Belajar
Behavioristik
Teori behavioristik sering kali tidak
mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan ataubelajar yang tidak dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon
ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju
atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan pesertadidik untuk tidak
bebas berkreasi dan berimajinasi.
2.
Aplikasi Dasar teori behavioristik
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran,
bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian kekeseluruhan.
2. Teori
Kognitif
Ausubel (Teori Belajar Bermakna) Ausubel berpendapat
bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa
aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan
dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung.
Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung
akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau
guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu:
a.
sensory motor
Tahap ini dialami pada usia 0-2
tahun. Pada tahap ini, anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai
oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala
perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori-motoris
tersebut. Pada tahap ini interaksi
dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui
perasaan dan otot-otonya. Interaksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi
dari lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan
kemampuannya untuk nempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai
gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakan-tindakannnya.
b.
pre operational
tahap ini berlangsung pada usia 2-7
tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya
memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya,
semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsur
perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang
bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Anak disini sangat egosentris sehingga
seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk
dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain. Anak cenderung sulit
untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan
pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit
untuk membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih punya
anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini anak tidak selalu
ditentukan oleh pengamatan indrawi saja, tetapi juga pada intuisi. Anak mampu
menyimpan kata-kata serta menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan
kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, dan menyanyi.
Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak, akan
mempunyai akibat sangat baik pada perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang
memegang peran pada tahap ini adalah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari
berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar.
Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada
disekitarnya, misalnya pohon, anjing, kucing, dan sebaganya, yang menurut
mereka benda-benda tersebut dapat mendengar dan berbicara. Peristiwa semacam
ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Tahap ini
sebagai collective monologue, pembicara yang egosentris dan sedikit hubungan
dengan orang lain.
c.
concrete operational
tahap ini berlangsung antara usia
7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas
konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini
interaksinya dengan lingkungan termasuk dengan orang tuanya, sudah semakin
berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah
dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang
lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini juga anak sudah mulai
memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu
permasalahan. Cara berfikir anal yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka
belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu
yang konkret. Disini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru.
Misalnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumag, tetapi
memakai cara yang berbeda dengan cara yang dipakai guru sehingga anak tidak
setuju. Sementara seringkali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan
oleh gurunya ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang
diberikan oleh guru maupun orang tuanya sama-sama tidak mengerti oleh anak.
d.
formal operational. Pemikiran lain dari
Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan
akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “theprocess by which a person takes material
into their mind from the environment, which maymean changing the evidence of
their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s
mind or concepts by the process of assimilation” Dikemukakannya pula, bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Piaget juga merupakan salah satu
pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri
pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari
tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar. Bergantung kepada seberapa jauh
anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal
ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif
pada pendidikan yaitu :
1)
memusatkan perhatian kepada cara
berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut.
Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang
digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan
guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2)
mengutamakan peran siswa dalam
berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam
kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made
knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi
spontan dengan lingkungan.
3)
memaklumi akan adanya perbedaan
individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa
seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus
melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu – individu ke dalam bentuk kelompok- kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam
bentuk klasikal.
4)
`mengutamakan peran siswa untuk saling
berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan–gagasan tidak dapat dihindari
untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara
langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
3. Teori
Belajar Humanistik
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Para
ahli humanistik pada proses belajar, ialah Proses pemerolehan informasi baru,
dimana Personalia informasi ini pada individu. Tokoh penting dalam teori
belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:Arthur W. Combs, Abraham
Maslow dan Carl Rogers.
a. Arthur
Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidak mampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan
lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.
b. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal,
yaitu:
-
suatu usaha yang positif untuk
berkembang; dan
-
kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arahberfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan padasaat itu juga
ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirearki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c. Carl
Rogers Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai
anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi
akhirnya pindah kebidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di
Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia
telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada
anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis
buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan
konsep Client-Centerd Therapy.
Metode
yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non direktive atau
terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioner dalam
risetnya pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpusat pada klien dari
Rogers sebagai metode untuk memahami orang lain, menangani masalah-masalah
gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan humanistik dan holisme
terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak untuk memahami
diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh
(berfungsi secara u
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
1. Keterbukaan
pada pengalaman
Orang
yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan
fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan
mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positif maupun negatif.
2. Kehidupan
ekstansial
Kualitas
dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya
sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan
cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayan
terhadap organisme diri sendiri
Pengalaman
akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu
sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar
(timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi
dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan
bebas
Orang
yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya
paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan
tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi
mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya
sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat
banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang
ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan
diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan
mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri-ciri bertingkah laku
spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons
atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Carl
Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting
dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut
Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Aktualisasi diri
adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi
-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi
oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak - kanak.
Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang.
Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi
diri dari fisiologis ke psikologis. Pandangan ini dikembangkan berdasarkan
terapi yang dilakukannya. Kehidupan yang sebaik-baiknya bukan sasaran yang
harus dicapai, tetapi arah dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai
dengan potensi alamiahnya.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1)
Kognitif (kebermaknaan)
2)
Experiental (pengalaman atau
signifikansi) guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan
terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
a)
Menjadi manusia berarti memiliki
kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal
yang tidak ada artinya;
b)
Siswa akan mempelajari hal-hal yang
bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa;
c)
Pengorganisasian bahan pengajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa;
d)
Belajar yang bermakna dalam masyarakat
modern berarti belajar tentang proses.
1. Implikasi
Teori Belajar Humanistik
a. Guru
Sebagai Fasilitator Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan
belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat
singkat dari beberapa guidenes (petunjuk):
1) Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas;
2) Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3) Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4) Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5) Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6) Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7) Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8) Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9) Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar.
10) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
2. Aplikasi
Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri, mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas;
b. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif;
c. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri;
d. Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri;
e. Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan;
f. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya;
g. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya;
h. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini
adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan
menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan diatas, disimpulkan bahwa teori-teori belajar:
Ø menurut
teori Behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi diantara
stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap pentingoleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon.
Ø Menurut
teori belajar Kognitif dijelaskan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik
hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru Teori Percanggahan Kognitif adalah tidak selaras di antara
dua atau lebih pendapat atau idea.
Ø Disisi
lain Menurut Teori humanistik mengungkapkan bahwa tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik danmembantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad.2006. Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Dimyati,
Mujiyono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rieneka Cipta.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar
dan membelajarkan. Jakarta : C.V. Rajawali.
Tri
Anni, Catharina. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar